Per 28 Februari 2014, direksi PT Furnilac Primaguna berhasil memenuhi ketentuan Gubernur Banten nomor 561/Kep.582-Huk/2013 mengenai upah minimum regional Tangerang. Program peningkatan produktivitas yang saya terapkan di perusahaan ini telah secara signifikan mampu menurunkan labor cost dari 19,9% pada tahun 2012 menjadi 16,9% pada tahun 2013 sehingga berhasil meyakinkan direksi PT Furnilac Primaguna memenuhi UMK Tangerang. Proses pencapaian ini tentu tidak serta merta diputuskan begitu saja tanpa pertimbangan yang matang. PT Furnilac Primaguna telah menjalankan program peningkatan produktivitas sejak tahun 2012. Saat kenaikan UMK dari tahun 2012 ke 2013, perusahaan masih belum mampu memenuhi UMK secara penuh sehingga mengajukan penundaan kenaikan sebahagian saja, yaitu dari seharusnya sekitar Rp2,2 juta menjadi Rp1,9 juta. Saat itu efisiensi yang berhasil dicapai adalah menekan labor cost dari 19% pada tahun 2011 menjadi 19,9% pada tahun 2012 dengan kenaikan labor cost sekitar 30%. Sehingga penurunan labor cost pada tahun 2013 sebesar 36% (jika dihitung dari proyeksi kenaikan labor cost 33%) telah meyakinkan direksi perusahaan untuk memenuhi UMK dari Rp1,9 juta menjadi Rp2,4 juta. Penting juga dicatat, bahwa peningkatan produktivitas ini tidak melibatkan investasi apapun, seperti mesin, perangkat lunak/keras, dan lain sebagainya kecuali hanya membuat 1 gudang barang jadi karena output produksi yang meningkat tajam. Saya juga membagi tips program peningkatan produktivitas yang saya terapkan di perusahaan ini melalui pelatihan inhouse. Untuk informasi lebih lanjut, silahkan kunjungi website bisnis saya di http://min-consulting.com. Salam/Maskal
0 Comments
Kenaikan upah minimum regional dalam beberapa tahun belakangan ini tentu berdampak besar bagi keberlangsungan industri di Indonesia. Karena itu kepatuhan terhadap sistem manajemen mutu dan produktivitas menjadi salah satu kunci keberhasilan pelaku usaha dan industri di Indonesia untuk dapat tetap bersaing dalam pasar global.
Dengan pengalaman saya dibidang produktivitas dan sistem manajemen mutu selama kurang lebih 15 tahun, keberhasilan penerapan kedua sistem tersebut telah secara nyata dapat memberikan kontribusi bagi pengurangan biaya tenaga kerja langsung di beberapa klien yang pernah dan sedang saya tangani. Tabel berikut menunjukkan hasil program produktivitas di salah satu klien saya. ======================================================== Tahun Produktivitas Labor Cost Net Profit ======================================================== 2011 28,3% 18,9% -4,2% 2012 38,6% 19,9% -5,2% 2013 56,5% 16,3% 0,8% ======================================================== Pada tahun 2013 terjadi kenaikan UMR dari Rp 1,6 juta per bulan menjadi Rp 2,2 juta per bulan. Klien saya mendapat penangguhan untuk kenaikan UMR menjadi Rp 1,9 juta atau 20%. Tanpa program produktivitas, mestinya labor cost tahun 2013 menjadi 24%. Jika dihitung dari proyeksi ini maka terjadi penurunan labor cost sebesar 32% akibat peningkatan produktivitas sebesar 46%. Saya senang sekali pengalaman keberhasilan program-program produktivitas yang saya terapkan di klien-klien saya bisa saya bagi kepada anda para pelaku usaha dimana tenaga kerja masih menjadi peran kunci daya saing perusahaan anda. Salam hangat, Maskal Novessro, CPS certified productivity specialist Saya lanjutkan lagi share-nya.... langkah berikutnya adalah:
(10) training Sepanjang pengalaman saya mendevelop sistem, sulit sekali suatu sistem bisa efektif diterapkan jika orang-orang yang terlibat tidak siap. Mulai dari tidak ada pengetahuan yang cukup hingga pemahaman yang kurang terhadap sistem tersebut. Umumnya, perusahaan mengatasi hal tersebut dengan menyelenggarakan training-training secara berkala. Akan tetapi, efektivitas masih kurang. Secara natural, setiap orang akan berpikir tentang manfaat bagi dirinya sendiri (what is in it for me or my situation). Hal inilah yang tidak disadari oleh kebanyakan perusahaan, lembaga penyelenggara training dan konsultan sistem. Trik-trik yang saya lakukan dalam mengembangkan pelatihan selalu didasarkan pada manfaat langsung yang bisa dirasakan oleh orang-orang yang terlibat, mulai dari pimpinan puncak hingga line manager. Bahkan jika kebutuhan belum muncul, maka saya akan berupaya menciptakan kondisi bahwa suatu skill, metode ataupun prosedur diperlukan orang-orang dalam kelompok training. Sebagai contoh, ketimbang memberikan pelatihan TPS (toyota production system), saya lebih memilih toyota way karena berisi prinsip-prinsip dan kerangka pemikiran TPS itu sendiri. Demikianlah langkah-langkah sederhana yang saya lakukan untuk meletakan pondasi sebelum sistem manajemen mutu ISO 9000 saya terapkan di perusahaan klien. Tahun 2014 nanti, saya sudah merumuskan misi, visi dan kebijakan mutu perusahaan sebagai berikut, MISI As an OEM wooden furniture to provide product that can sell itselves. VISI To be the most valuable vendor in the world. KEBIJAKAN MUTU • To provide product with a higher quality, low price, delivery on time and large-scale volume that meet our buyer’s requirements. • Bring its core competence to its factories through continuously improvement internally and externally. Demikian share saya. Semoga bermanfaat. Salam mutu, Maskal Novessro Saya lanjutkan lagi share-nya.... langkah berikutnya adalah:
(9) line balancing dan outsourcing Ada pengertian yang salah kaprah mengenai outsourcing. Dalam ISO 9000, pengertian outsourcing adalah segala proses yang dilakukan diluar organisasi yang mempengaruhi mutu produk/jasa disebut sebagai outsourcing. Hal pertama yang saya lakukan adalah membalans line produksi. Sebagai gambaran, misal proses A = 20 UPH; 1 operator, proses B = 30 UPH; 1 operator, proses C = 40 UPH; 1 operator dan proses D = 10 UPH; 2 operator. Maka output per jam adalah 20 UPH, katakan saja sebagai keadaan 1. Keadaan 2 jika operator A = 2 orang, B = 1 orang, C = 1 orang dan D = 3 orang maka keadaan 2 akan menghasilkan output 30 UPH dengan backlog dititik B sebanyak 10 UPH. Keadaan 3 jika operator A = 3 orang, B = 2 orang, C = 2 orang dan D = 6 orang maka keadaan 3 akan menghasilkan output 60 UPH tanpa backlog. Unit cost keadaan 1 jika labor cost per jam $1 adalah 4 pcs/$, keadaan 2 adalah 4,2 pcs/$ dan keadaan 3 adalah 4,6 pcs/$. Jadi meskipun lebih banyak operator, keadaan 3 lebih produktif dan bisa menghemat biaya produksi. Kadang karena keterbatasan (ruang, mesin, dan sebagainya), proses tidak mungkin dilakukan dalam perusahaan. karena itulah outsourcing bisa menjadi pilihan dalam rangka line balancing ini. Demikian share saya sementara ini. Saya akan share langkah berikutnya. Salam mutu, Maskal Novessro Saya lanjutkan lagi share-nya.... langkah berikutnya adalah:
(8) daur ulang Saat analisis dulu, tumpukan barang reject, waste dan sisa/kelebihan produksi mengambil banyak space perusahaan klien kurang lebih 2000 meter kubik. Saat awal penerapan program 5R, klien sulit me-Ringkas tumpukan ini, walau akhirnya bersedia juga untuk diringkas. Saat ini ruang tersebut sudah berfungsi sebagai area produksi. Dengan perbaikan pada proses produksi, jumlah rework dan reject bisa ditekan. Dengan skedul produksi yang baik dan aliran proses yang lancar akibat aplikasi sistem tarik dapat mengurangi tumpukan WIP dan kelebihan produksi. Akan tetapi, waste tetap sama. Untuk itu, saya perkuat program daur-ulang. Sebelumnya program daur ulang ini sudah ada namun dilakukan setengah hati. Saya membuatnya lebih serius lagi. Saya minta klien saya menyediakan area khusus dengan sekelompok operator produksi yang dikepalai oleh satu orang supervisor. Semua waste dan/atau hasil reject akan secara otomatis masuk dalam proses daur ulang ini, sehingga penanganannya menjadi bagian dari sistem produksi. Kombinasi program daur ulang ini dengan sistem tarik (atau sistem terminal) cukup significant. Tahun 2012 rata-rata WIP senilai 3 milyar rupiah, sedang tahun 2013 (berjalan) nilainya cuma 2 milyar kurang. Material cost juga mengalami penurunan yang cukup berarti sebagaimana telah dijelaskan dibagian awal. Demikian share saya sementara ini. Saya akan share langkah berikutnya. Salam mutu, Maskal Novessro Saya lanjutkan lagi share-nya.... langkah berikutnya adalah:
(7) sistem tarik Awalnya saya buat program 5S untuk mengurangi persediaan dan memperlancar aliran berikut audit setiap minggu yang dikaitkan juga dengan KPI. Program 5S dalam bahasa Jepang, yaitu seiri, seiton, seiso, seiketsu dan shitsuke, atau 5R dalam bahasa Indonesia, yaitu ringkas, rapih, resik, rawat dan rajin. Akan tetapi program ini tidak berjalan efektif. Di awal program memang terjadi perubahan yang cukup significant, tapi lama kelamaan kembali lagi ke kondisi awal. Ini terjadi karena beberapa hal, antara lain: supervisi yang masih lemah dan KPI tidak berlanjut. Karena itu, saya menerapkan sistem tarik (pull system) di produksi. Dengan sistem tarik ini, saya buat aliran per palet untuk 5 area yang antar area saya buatkan ruang buffer stock yang saya sebut sebagai terminal. Tiap terminal dikepalai oleh seorang supervisor yang tugas utamanya memantau barang masuk dan keluar terminal. Sistem tariknya dengan cara informasi kebutuhan ditiap terminal berdasarkan kebutuhan area paling depan (area packing). Walhasil dengan cara ini, tumpukan WIP berkurang secara significant dan kecepatan aliran bertambah secara significant. Sebagai perbandingan, tahun 2012 rata-rata output adalah 50 container 40 ft standard per bulan, tahun 2013 berjalan sudah 120 container 40 ft standard per bulan. Demikian share saya sementara ini. Saya akan share langkah berikutnya. Salam mutu, Maskal Novessro Saya lanjutkan lagi share-nya.... langkah berikutnya adalah:
(6) review meeting Setelah goals sudah diset, planning sudah dibuat, maka penerapan dimulai, diukur, dimonitor dan difollow up mengikuti siklus PDCA (plan, do, check, action). Salah satu teknik follow up yang cukup efektif adalah review meeting atau meeting. Tiap ada suatu persoalan, alih-alih dibiarkan atau menyalahkan personil/bagian tertentu, maka saya minta klien membawa segala persoalan ke meja untuk dibahas dan dicari pemecahannya, kemudian diambil keputusan jika dimungkinkan. Saya tau bahwa meeting akan sangat sulit diterapkan mengingat klien tidak terbiasa melakukan ini. Karena itu, saya memulainya dari atas ke bawah. Jenis review meeting yang saya terapkan adalah sebagai berikut:
Awalnya memang sering timbul konflik, karena kebiasaan melemparkan kesalahan pada personil ketimbang masalahnya sendiri. Saat ini, hampir setiap persoalan segera dibawa kemeja, diidentifikasi, dianalisis, kemudian diambil keputusan kadang secara konsesus saja. Jika deadlock, biasanya diraise up ke atasan yang berwenang. Secara kuantitatif saya tidak bisa ukur efektivitas review meeting ini, namun saya bisa lihat dan rasakan perubahan sikap dan perilaku orang-orang klien terutama di level management lebih positif, lebih produktif. Demikian share saya sementara ini. Saya akan share langkah berikutnya. Salam mutu, Maskal Novessro Saya lanjutkan lagi share-nya.... langkah berikutnya adalah: (5) production freeze plan Selama ini klien saya menerima order begitu saja tanpa memperhatikan kapabilitas proses kecuali hanya berdasarkan lead time saja. Sementara itu buyer mereka adalah retail, walhasil saat saya plot di grafik berikut, hasilnya seperti roller coaster. Tidak mengherankan jika delivery klien saya kacau dan extra cost pengiriman sangat tinggi. Jadi, apa yang saya lakukan? Pertama-tama, saya ratakan beban kerja produksi berdasarkan earned hours. Dari grafik terlihat ekivalen direct labor untuk order yang sudah diterima adalah 999 orang. Langkah berikutnya adalah meminta fasilitas early shipment ke buyer masing-masing terutama untuk periode W1 hingga W15. Terakhir saya lakukan freeze plan untuk order berikutnya yang klien kami terima dari buyer. Bagi rekan-rekan yang memahami prinsip-prinsip dasar Toyota Way, ini merupakan aplikasi prinsip “heijunka”. Kemudian bagaimana hasilnya? Grafik berikut bisa menjelaskan dengan baik. Dari grafik di atas, 4 minggu pertama adalah penyelesaian backlog tahun 2012. Sedang pada minggu ke-17 sampai 20 akibat kondisi overload yang tidak mampu diselesaikan dengan baik. Untuk itu saya mendorong klien saya mengajukan penjadwalan ulang sesuai kapasitas produksi yang ada. Dan dalam waktu 4 minggu keadaan kembali terkendali. hingga saat ini, klien melalukan freeze plan dan memastikan delivery 100% on time. Biaya ekstra
akibat delay berkurang 40%. Kemudian, bagaimana langkah saya selanjutnya? Nantikan share saya selanjutnya. Salam mutu, Maskal Novessro Saya lanjutkan lagi share-nya.... langkah berikutnya adalah:
(4) sasaran mutu dan KPI Meskipun waktu implementasinya agak belakangan, prosesnya sudah dimulai sejak awal analisis. Suatu seni tersendiri mencari KPI (key performance indicator) yang tepat untuk kita masukkan dalam sasaran mutu (quality objective) perusahaan. Sasaran utama perusahaan klien adalah laba bersih tahun 2013 minimal 1,7%. Untuk mencapai laba tersebut, maka biaya variabel seperti: labor cost harus saya tekan maksimal 20,4%. kemudian material cost mesti ditekan maksimal 53,5% dan overhead maksimal 6,8%. Biaya yang lain, seperti biaya penjualan, biaya operasional, dan seterusnya saya asumsikan fix cost. Nah yang perlu saya dalami adalah indikator kunci apa saja yang menentukan biaya variabel di atas?. Berikut adalah indikator kunci perusahaan klien saya:
Dari 3 indikator kunci tersebut, saya coba turunkan (roll down) ke departemen produksi sampai level operator berikut KPI individual lengkap. Selama 3 bulan berjalan, akhirnya saya putuskan untuk menghentikan implementasi KPI karena kesulitan dalam verifikasi data lapangan. SDM perusahaan klien belum siap untuk penerapan KPI. Artinya, saya harus puas dengan sasaran mutu di level top management perusahaan klien. Kalau begitu, bagaimana dengan upaya mengurangi material cost dan overhead? Nantikan share saya selanjutnya. Salam mutu, Maskal Novessro Saya lanjutkan lagi share-nya.... langkah berikutnya adalah:
(3) remunerasi Seiring dengan pembenahan organisasi, saya atur kembali sistem remunerasi karyawan perusahaan klien. Secara umum saya buat matriks remunerasinya berdasarkan golongan dan posisi manajerial. Mulai dari golongan 1 di level operator, junior staff/inspector/supervisor. Golongan 2 di level senior operator, staff/inspector/supervisor dan junior department head. Golongan 3 di level senior staff/inspector/supervisor, department head dan junior manager. Golongan 4 di level senior department head dan manager. Golongan 5 di level senior manager dan director. Tunjangan jabatan diberikan pada posisi manajerial seperti supervisor, department head, manager dan director. Tunjangan makan dan transport diberikan berdasarkan golongan. Upah lembur hanya diberikan pada level operator. Pada posisi staf, supervisor dan departmend head hanya mendapat pengganti lembur. Pada posisi manager dan director tidak ada. Dengan pengaturan ini memudahkan saya melakukan rotasi-mutasi-promosi-demosi di posisi-posisi managerial. Ditambah lagi saya bisa mengendalikan upah lembur berdasarkan kebutuhan produksi langsung sehingga menekan proporsi biaya overhead perusahaan klien. Beberapa pengupahan yang sulit diukur nilai kerjanya seperti tunjangan shift, uang prestasi dan premi hadir saya hilangkan. Bonus diberikan akhir tahun berdasarkan faktor-faktor net profit yang diperoleh perusahaan, gaji pokok karyawan dan nilai KPI (key performance indicator) karyawan ybs. Tidak ada kenaikan apalagi penurunan gaji, yang saya lakukan hanya merapikan sistem penggajian perusahaan klien supaya lebih manageable. Sekian dulu, nantikan share saya selanjutnya. Salam mutu, Maskal Novessro |
Categories
All
Archives
November 2015
Ikuti pelatihan online produktivitas untuk lingkup bisnis, pribadi dan rumah tangga
Your organization need assisting in improving productivity and profitability at low cost? come to us
You need a discussion forum of management system such as QMS ISO 9000, TQM, lean mfg., EMS ISO 14000, OHSAS 18000, ISO/TS 16949, six sigma, BSC, and so on? join with us for free.
|