Saya lanjutkan lagi share-nya.... langkah berikutnya adalah:
(3) remunerasi Seiring dengan pembenahan organisasi, saya atur kembali sistem remunerasi karyawan perusahaan klien. Secara umum saya buat matriks remunerasinya berdasarkan golongan dan posisi manajerial. Mulai dari golongan 1 di level operator, junior staff/inspector/supervisor. Golongan 2 di level senior operator, staff/inspector/supervisor dan junior department head. Golongan 3 di level senior staff/inspector/supervisor, department head dan junior manager. Golongan 4 di level senior department head dan manager. Golongan 5 di level senior manager dan director. Tunjangan jabatan diberikan pada posisi manajerial seperti supervisor, department head, manager dan director. Tunjangan makan dan transport diberikan berdasarkan golongan. Upah lembur hanya diberikan pada level operator. Pada posisi staf, supervisor dan departmend head hanya mendapat pengganti lembur. Pada posisi manager dan director tidak ada. Dengan pengaturan ini memudahkan saya melakukan rotasi-mutasi-promosi-demosi di posisi-posisi managerial. Ditambah lagi saya bisa mengendalikan upah lembur berdasarkan kebutuhan produksi langsung sehingga menekan proporsi biaya overhead perusahaan klien. Beberapa pengupahan yang sulit diukur nilai kerjanya seperti tunjangan shift, uang prestasi dan premi hadir saya hilangkan. Bonus diberikan akhir tahun berdasarkan faktor-faktor net profit yang diperoleh perusahaan, gaji pokok karyawan dan nilai KPI (key performance indicator) karyawan ybs. Tidak ada kenaikan apalagi penurunan gaji, yang saya lakukan hanya merapikan sistem penggajian perusahaan klien supaya lebih manageable. Sekian dulu, nantikan share saya selanjutnya. Salam mutu, Maskal Novessro
0 Comments
Saya lanjutkan lagi share-nya.... langkah berikutnya adalah:
(2) reorganisasi Seperti telah saya ulas sebelumnya dalam analisis, perbaikan cepat yang bisa saya lakukan segera adalah merapikan organisasi perusahaan klien, dengan cara menempatkan 1 orang supervisor untuk satu kelompok kerja, artinya lebih banyak supervisor ketimbang sebelumnya. Perbandingannya lebih dari 2 kali, yaitu dari cuma 22 supervisor menjadi 52 supervisor saat ini. Kelihatannya kontradiksi dengan program efisiensi yang sedang dijalankan klien saya. Alih-alih meringkaskan organisasi, saya lebih memilih memperbanyak supervisor. Kenapa demikian...? Bagi rekan-rekan yang memahami prinsip-prinsip “lean manufacturing” atau “toyota way” tentu mengerti. Secara sederhana saya akan coba jelaskan begini. Sebelumnya, jumlah operator yang disupervisi tidak rata, ada yang Cuma 5 orang, ada yang lebih dari 40 orang. Selain itu, supervisor bekerja long shift, sedangkan operator bekerja 3 shift, sehingga hirarki organisasi menjadi kacau karena supervisor membawahi operator yang berbeda-beda setiap minggu, atau operator memiliki supervisor yang berbeda setiap shift. Dengan menempatkan satu kelompok dibawah supervisor yang sama, saya berharap organisasi menjadi lebih kuat meskipun jumlah supervisor menjadi bertambah. Akan tetapi bagi perusahaan, kendali sumber daya terutama orang menjadi lebih kuat dan solid. selanjutnya langkah ke-3 akan saya share di posting berikutnya. salam mutu, Maskal Novessro saya lanjutkan lagi sharenya....
dari hasil 2 minggu analisis, saya ambil langkah-langkah berikut: (1) perbaikan cepat seperti sudah saya ulas dalam hasil analisis 2 minggu saya, rata-rata karyawan terutama produksi bekerja hanya 5-6 jam dari 7 jam waktu kerja. artinya ada waktu yang hilang (lost time). kebanyakan waktu yang hilang adalah waktu mulai bekerja dan waktu selesai bekerja yang kontribusinya hampir 80% lost time. 20% nya adalah keluar masuk karyawan saat bekerja, seperti ke toilet, shalat, meeting, dlsb. ini adalah obvious lost time atau waktu yang hilang yang bisa dilihat mata. potensi hidden lost time malah bisa 40% dari waktu produktif, seperti “pacing” yang diakibatkan supply bahan tidak lancar, change-over, reworks, dlsb. jadi sekarang upaya saya adalah membuat alat kontrol sederhana untuk mengatasi “obvious lost time” dahulu. ada 2 alat kontrol yang saya buat:
hasilnya...... luar biasa, dalam kurun waktu 1 minggu saja lost time berkurang hingga 80%, yaitu dari rata-rata 1,5 jam menjadi hanya 15 menit per orang per shift. selanjutnya langkah ke-2 akan saya share di posting berikutnya. salam mutu, Maskal Novessro ibaratnya kita sebagai praktisi manajemen mutu adalah dokter bagi organisasi/perusahaan. seperti metode kerja dokter, tentu mesti ada diagnosis/analisis keadaan pasien (perusahaan/organisasi klien). jadi selama kurang lebih 2 minggu, saya lakukan analisis/diagnosis dulu.
dari hasil analisis/diagnosis, beberapa fakta saya peroleh sebagai berikut:
sebenarnya banyak lagi data kuantitas dan kualitas yang saya temukan dalam analisis, tapi hal-hal di atas merupakan fakta yang sangat nyata terlihat serta berpengaruh besar dalam kaitannya dengan kerugian yang diderita klien saya. sementara saya share ringkasan analisis/diagnosis sederhana saya. berikutnya akan saya share langkah-langkah apa yang saya terapkan. salam mutu, Maskal Novessro saya lanjutkan sharenya. sebelumnya saya ringkas dulu posting sebelumnya:
Net profit: * tahun 2011 : -3,61% (rugi) * tahun 2012 : -5,18% (rugi) * GOALS 2013: Laba 1,7% material cost tahun 2012 : 59,7% challenge: (1) kenaikan rata-rata 5% (2) tidak ada perubahan desain (3) 80% carry forward product (4) tidak ada perubahan material proyeksi tahun 2013: 62,7% (kenaikan rata-rata material 5%) pencapaian tahun 2013: 54,8% (Jan s/d Jul 2013) labor cost tahun 2012 : 19,94% challenge: (1) kenaikan rata-rata 40% (2) tidak ada training eksternal (3) SDM tetap proyeksi tahun 2013: 27,92% (kenaikan rata-rata material 40%) pencapaian tahun 2013: 19,22% (Jan s/d Jul 2013) produktivitas tahun 2012 : 38,6% challenge: (1) tidak investasi baru utk meningkatkan produktivitas (2) lihat labor cost pencapaian tahun 2013: 48,6% (Jan s/d Jul 2013) dari grafik di atas, rata-rata bulan Januari sampai Juli adalah rugi 0,86%. melihat trendline-nya sih rasanya goals tahun 2013 memperoleh laba 1,7% sangat mungkin dicapai - bahkan lebih. kita lihat saja nanti saat akhir tahun berapa net profit yang perusahaan klien saya bisa capai. saya akan share lagi ke milis nanti. nah sekarang yang menarik adalah, seperti saya utarakan dimuka, bahwa hampir 90% prosedur-prosedur dan laporan saya buang, meski demikian, karena sudah menjadi requirement dari buyer, dokumentasinya tetap saya pelihara walau hanya dalam lemari staf dokumen kontrol perusahaan. lalu bagaimana? apa yang saya lakukan sebagai gantinya? saya akan share diposting berikut. Salam mutu, Maskal Novessro saya teruskan share-nya. dari segi material cost sudah, labor cost sudah, WIP juga sudah. bagaimana dengan produktivitas? jika labor cost mengalami penurunan, mestinya berbanding terbalik dengan produktivitas, dengan kata lain produktivitas mestinya mengalami peningkatan.
sebelum saya uraikan mengenai produktivitas, kita cek dulu mengenai outputnya. tahun 2012, pengiriman rata-rata per bulan adalah 50 container 40 ft standard. tahun ini sudah di atas 100 container 40 ft standard dan akhir tahun diproyeksikan 140 container 40 ft standard. wow, cukup significant ya? memang ada perubahan packaging yang cukup besar, yaitu dari knock down (KD) menjadi fully assembly (FA), dengan proporsi 80% FA 20% KD. jika dari kubikasi, ada peningkatan output 30%. hasil benchmarking menunjukkan kecepatan produksi di perusahaan klien saya saat ini sudah lebih dari 4 kali perusahaan sejenis. itu yang menyebabkan penurunan drastis dalam tingkat WIP. Dari grafik, produktivitas rata-rata Januari sampai Juli 2013 adalah 48,6%. Tahun 2012 adalah 38,6%. Jadi naik 10%. yang menarik adalah mulai minggu ke-16 (W16), angkanya di atas rata-rata produktivitas tahun 2012. cara saya menghitung produktivitas sangat sederhana. karena tipikal produk di klien saya sangat bervariasi, maka saya pakai earned hours per working hours sebagai produktivitas saya. earned hours adalah ukuran kerja yang dilakukan oleh seorang operator produksi terhadap waktu berdasarkan standar waktu proses dan biasanya diukur dalam HPU (hour per unit). jadi misalkan proses A memerlukan waktu 1 menit, maka earned hours untuk proses A adalah 1 menit per pce atau 1/60 HPU atau 0,017 HPU. working hours adalah waktu real yang dihabiskan untuk melakukan suatu proses. jadi misalnya earned hours proses X adalah 50 HPU, tapi working hoursnya 60 HPU, maka produktivitasnya adalah 50/60 x 100% atau 83,33%. jadi bisa dilihat bahwa opportunity perbaikan sangat besar, karena produktivitas saat ini masih dibawah 50%. porsi terbesar adalah movement atau perpindahan barang yang saya kira kontribusinya bisa lebih dari 30%, kenapa begitu? karena standar waktu proses diukur hanya waktu produktifnya saja, sehingga waktu proses perpindahan barang tidak dihitung. Padahal perpindahan barang di klien saya sebagian besar masih sistem dorong palet, belum pakai ban berjalan. jadi karena tidak ada investasi baru, pencapaiannya sudah cukup "mengesankan" sebenarnya. apalagi data itu sampai minggu ke-30. (minggu ke-1 adalah periode minggu mulai tanggal 7 hingga 13 Januari 2013, dan seterusnya). hingga minggu kemarin angka produktivitasnya sudah menembus level 50%, luar biasa. baik. karena saya harus siapkan meeting. saya selesai dulu sampai di sini. berikutnya kita akan lihat dampak perbaikan pada net profit perusahaan. salam mutu, Maskal Novessro, CPS sekarang kita ke labor cost ya.... karena kontribusinya pada unit cost sebesar 15%.
tahun 2012, labor cost adalah 19,94% atau ada penyimpangan sebesar 4,94%. dari grafik bisa dilihat, rata-rata labor cost dari Januari hingga Juli 2013 adalah 19,22%, atau penyimpangan sebesar 4,22% turun 0,72%. seperti pada material cost, terdapat kenaikan labor cost tahun 2012 ke 2013 sebesar 40%, jadi mestinya proyeksi labor cost tahun ini adalah 27,92%. jika dilihat dari situ, maka terjadi penurunan labor cost sebesar 7,98%. seperti juga pada material, tidak ada perubahan pada SDM, atau alat bantu/mesin yang membantu mempercepat proses. semua murni perbaikan pada sistem operasional produksi. jadi, apa trik/rahasia improvement yang saya lakukan? padahal lebih dari 90% sistem dan prosedur sudah saya buang... nantikan share saya selanjutnya. Salam hangat, Maskal Novessro, CPS saya share materials cost dulu deh, soalnya kontribusinya pada unit cost sebesar 45%. tahun 2012, materials cost adalah 59,37% atau ada penyimpangan sebesar 14,37%.
dari grafik bisa dilihat, rata-rata material cost dari Januari hingga Juli 2013 adalah 54,80%, atau penyimpangan sebesar 9,8%, atau ada efisiensi sebesar 4,57%, atau improvement sebesar 31,8%. Mulai bulan April 2013, material cost di bawah angka tahun lalu. pengehematan disini murni dari perbaikan operasi produksi, karena tidak ada perubahan dalam hal desain dan penggunaan bahan. yang menarik lagi adalah, kenaikan rata-rata material tahun 2012 ke 2013 adalah 5%, jadi mestinya proyeksi materials cost adalah 61,62%. jika dilihat dari situ, maka penghematan/efisiensi yang berhasil dilakukan adalah 6,82%, atau improvement sebesar 41%. tambahan lagi mengenai material cost ini. perbaikan operasional secara significant juga telah mengurangi nilai WIP (work in proses) sebesar 30% lebih. Jika tidak ada perubahan dalam desain dan material, dan tidak ada tambahan dalam fasilitas pabrik, atau SDM, atau mesin-mesin, maka tentu hanya tersisa sistem operasional produksi, misalnya QMS iso 9000. tapi seperti yang saya sampaikan sebelumnya saya bahkan buang hampir 90% sistem dan prosedur, termasuk laporan-laporan tetek-bengek yang tidak saya perlukan. jadi bagaimana triknya? nanti saya share lagi jika ada waktu.... Salam hangat, Maskal Novessro, CPS sebelum saya berkecimpung di iso 9000, sempat saya mempelajari berbagai ulasan mengenai efektivitas QMS ini sebagai suatu sistem penjamin perbaikan mutu secara berkesinambungan dalam rangka kepuasan pelanggan yang ujung-ujungnya peningkatan daya saing. sayangnya, semua ulasan menunjukkan 80% atau lebih perusahaan yg menerapkan sistem ini dan telah mendapat sertifikat tidak mengalami perubahan yang significant kecuali bertambahnya pekerjaan administrasi. kalau teman-teman mau telusuri posting-posting awal, saya ada sampaikan review tersebut.
kalau kita lihat sejarah terbitnya standar ini (iso 9000 series), mestinya kita bisa menduga hal tersebut di atas. mungkin ada baiknya saya ulas sekilas sejarah iso 9000. saat perang dunia, industri militer memegang peran sangat strategis dalam memenangkan peperangan. adalah angkatan perang Inggris yang memulai penetapan prosedur-prosedur dalam pabrikasi persenjataan mereka guna mencegah kesalahan berulang atau menelusuri kenapa kegagalan produk terjadi. sangat sederhana sebenarnya, setiap proses didokumentasikan sedemikian rupa sehingga proses kemudian bisa direalisasikan persis seperti sebeumnya. sehingga jika terjadi ketidaksesuaian, akan segera dilihat apakah prosedur yang dilakukan berbeda dengan prosedur terdokumentasi. inilah yang menjiwai iso 9000 sehingga muncul anekdot-anekdot mengenai organisasi yang menerapkan sistem ini sebagai produsen kertas (prosedur-prosedur yang dicetak). memang ada upaya untuk mengganti pola "you say what you do and you do what you say" menjadi "continuously improvement for customer satisfaction" pada versi 2000 dan seterusnya. akan tetapi jiwa iso 9000 yang awal tersebut tidak mudah dihilangkan begitu saja. misalnya kita bisa lihat dalam audit, baik internal maupun eksternal audit, berapa banyak auditor yang concern dgn situasi real implementasi di lapangan? dan kalaupun mereka para auditor menjumpai persoalan major, apakah mereka berani melaporkannya - dengan kata lain si klien akan dicabut sertifikasinya. ditambah lagi budaya "cincay" di lingkungan kita saat ini. bicara sistem, pendapat saya, tidak bisa lepas dari budaya orang-orang yang terlibat. misalnya jika kita lihat kegagalan TPS (toyota production system) di NUMMI (joint venture Toyota-GM) selama 15 tahun awal berdirinya tidak lepas dari perbedaan budaya antara bangsa Jepang dan Amerika. ini juga menurut saya kenapa terdapat keengganan pada perusahaan-perusahaan Jepang untuk menerapkan QMS iso 9000 di perusahaan mereka. saya juga melihat hal itu. oleh karena itu, saya mencoba mengambil suatu pendekatan baru yang berkesesuaian dengan budaya orang Indonesia, meskipun beberapa prinsip-prinsip dasar tetap saya paksa terapkan, seperti pengukuran kinerja melalui quality objective dan management review. coba saya ambil kasus yang ada pada klien saya sebagai berikut: tahun 2011: produktivitas 28,1% - net profit -3% (loss 3%) tahun 2012: produktivitas 38,6% - net profit -5% (loss 5%) sebagai informasi klien saya telah menggunakan beberapa konsultan sistem sebelumnya, termasuk di tahun 2012. Nah, tahun 2013 target klien saya adalah mendapat net profit minimal 1,7% - berapapun produktivitasnya.... challengenya adalah: (1) saya harus membuat sistem yang mampu dilakukan oleh semua orang, terutama operator berpendidikan rendah tapi pengalaman 15-20 tahun. sehingga saya mesti membuang banyak sekali prosedur dan laporan yang tidak efektif, sehingga nyaris tanpa kertas, (2) kenaikan UMR 40% dan material 5% tapi tidak menaikkan selling price. (3) tidak ada investasi baru, baik orang maupun mesin/perangkat, artinya pakai yg ada.... (4) timeline: dalam 3 bulan sudah harus positif (maksudnya profit) Jadi, bagaimana hasilnya? - saya akan share diposting saya berikutnya. Salam hangat, Maskal Novessro salam mutu,
kemarin saya ikut reuni perak ITB88, beberapa temen tanya apa saya masih ngurusin iso 9000? saya bilang udah enggak...., sy udah pindah ngurusin produktivitas...., dan sekarang pindah haluan lagi ke profitabilitas. lho? kenapa? (apa yg salah sama iso 9000? apa gak ada duitnya? - dalam hati). saya tertarik utk share dgn rekan-rekan praktisi QMS. sebagai praktisi yg idealis, tentu saya berharap kerjaan sy membantu perusahaan membangun quality management system agar perusahaan lebih produktif. kenyataannya, bagi top management, sertifikasi hanya persoalan persyaratan jual-beli biasa. hampir bisa saya pastikan, tidak ada dalam pikiran para top management perusahaan utk memperoleh manfaat lain selain dapat sertifikat. buat sy yg idealis, ini sgt mengganggu dan tidak bikin bangga.... (kenapa gak gw cari duit aja dgn cara ngamen misalnya). akhirnya saya pindah jalur menjadi "certified productivity specialist". jadi tukang yang utak-atik sistem operasional (umumnya juga manufaktur) supaya produktivitas perusahaan bisa naik at least 20%. dan umumnya kami berhasil di atas 30% - keren kan? mulai bangga kan? karena ada hasil langsung atas kerja kita. bayangkan, dari misalnya 1 orang 7 jam menghasilkan 3 pcs naik menjadi 5 pcs (30% improved). sayangnya, selama 3 tahun, hampir semua atau sy bisa pastikan semua klien mengeluh, peningkatan produktivitas yg significant tersebut tidak mempengaruhi profit/loss perusahaan, beberapa malah klaim tambah rugi.... lho koq bisa? ya bisa saja, karena umumnya produktivitas dikaitkan hanya pada indikator labor cost saja. nah bagi perusahaan yang machine driven dgn rata-rata kontribusi cost kurang dari 10% bahkan hanya 5-7% saja, kenaikan produktivitas menjadi tidak significantly mempengaruhi profit/loss perusahaan klien. jadi gak bangga lagi kerja sebagai "certified productivity specialist". nah, karena itu, sy pindah jalur lagi, tidak hanya aspek produktivitas saja tapi lebih luas ke profitabilitas. berikutnya saya akan share mengenai apa yang saya lakukan utk membantu perusahaan klien meningkatkan profit perusahaan klien saya. tetap di milis IQF. Salam hangat, Maskal Novessro |
Categories
All
Archives
November 2015
Ikuti pelatihan online produktivitas untuk lingkup bisnis, pribadi dan rumah tangga
Your organization need assisting in improving productivity and profitability at low cost? come to us
You need a discussion forum of management system such as QMS ISO 9000, TQM, lean mfg., EMS ISO 14000, OHSAS 18000, ISO/TS 16949, six sigma, BSC, and so on? join with us for free.
|