Besaran UMR (upah minimum regional) Jakarta tahun 2016 sudah direkomendasikan Dewan Pengupahan DKI Jakarta ke Gubernur sebesar Rp3,1 juta, yaitu naik sebesar Rp400 ribu dari UMR Jakarta tahun 2015. Meski demikian, Serikat Pekerja dan Pihak Pengusaha masih keberatan dengan besaran tersebut. Harus diakui, bahwa sistem pengupahan yang menetapkan upah per regional dan berlaku sama dan merata terhadap perusahaan di area regional tersebut belum berjalan dengan efektif. Masih banyak pengusaha yang belum menerapkan UMR karena alasan biaya produksi yang tingi sedang harga jual tidak mungkin dinaikkan karena kondisi persaingan yang semakin ketat. Jangankan UMR tahun 2016, saat ini masih banyak pengusaha yang belum mampu membayar karyawannya sesuai UMR tahun 2014 sebesar Rp2,4 juta. Sedangkan dari sisi pekerja, kenaikan biaya akibat inflasi terhadap harga barang, energi dan transportasi, membuat tingkat kesejahteraan pekerja juga menurun. Jangankan memenuhi kebutuhan memiliki rumah, sedangkan kebutuhan sandang, pangan, pendidikan dan kesehatan saja masih sulit. Pemerintah melalui UU No. 13 tahun 2013 belum mampu secara adil menempatkan tanggung jawabnya selaku pengayom dan regulator ketenagakerjaan, semua dilemparkan kepihak Pengusaha dan Pekerja begitu saja. Penerapan UMR terhadap badan usaha secara merata tanpa melihat proses produksi badan usaha tersebut berpotensi tidak berimbang, baik bagi Pengusaha maupun Pekerja. Misal bagi badan usaha pabrikasi besaran UMR sulit dipenuhi, sedangkan bagi badan usaha minyak dan pertambangan, upah dasarnya malah di atas UMR. Umumnya bagi badan usaha pabrikasi, apalagi padat karya, kendala utama mereka adalah pada produktivitas karyawan. Besaran UMR yang tidak mempertimbangkan faktor produktivitas cenderung lambat laun menggerus marjin pengusaha dibidang tersebut, karena karyawan makin lama makin tua, meski makin terampil, tapi kecepatan dan kecermatannya makin berkurang, sementara besaran uang pesangon yang dibebankan seluruhnya ke pengusaha membuat situasi serba salah, baik bagi pekerja maupun bagi pengusaha. Dalam artikel ini saya terbatas pada aspek sistem pengupahannya saja, dimana besaran UMR yang didasarkan pada KLH (kebutuhan layak hidup) sudah baik, namun penerapannya yang merata tanpa memperhitungkan aspek produktivitas karyawan, menimbulkan persoalan yang besar bagi pengusaha dan badan usaha. Dari sudut pandang pengusaha, tidak penting berapa besar upah yang mesti mereka keluarkan, apakah 2 juta, apakah bahkan 10 juta, hal itu tidak berarti apapun karena yang utama adalah berapa persentase biaya tenaga kerja langsung yang mereka desain dalam tiap unit biaya produk dan berapa biaya aktualnya. Sebagai contoh, jika persentase biaya tenaga kerja langsung didesain 20% dari harga unit produk, maka selama besaran upah yang diberikan masih dalam batas 20%, pengusaha dapat melanjutkan usahanya dengan baik, namun jika besaran upah tersebut menyebabkan persentase biaya tenaga kerjanya meningkat melebihi 20%, maka marjin mereka akan berkurang. Cara yang paling mudah adalah dengan cara menaikkan harga jual produk, tapi tentu tidak mudah karena akan mempengaruhi daya saing mereka di pasar. Karena itu, penting mempertimbangkan aspek produktivitas bagi sistem pengupahan sehingga tidak memberatkan pengusaha dan badan usaha yang bersangkutan. Misalkan saja UMR 2015 Rp2,7 juta per bulan atau Rp15 ribu per jam, dimana biaya tenaga kerja ditetapkan 20%. Maka harga jual unit produk adalah Rp75 ribu. Jadi jika UMR 2016 dipatok Rp3,1 juta atau Rp18 ribu per jam, sedangkan harga jual produk tidak naik, maka untuk memastikan rasio biaya tenaga kerja tetap 20%, pekerja harus mampu membuat 1,2 unit per jam atau 20% lebih tinggi dari sebelumnya. Dengan cara begini, pengusaha dan badan usaha tidak dibebankan menanggung kerugian atau kehilangan pangsa pasarnya karena terpaksa menaikkan harga jualnya. Tentu pekerja tidak bisa serta merta meningkatkan produktivitasnya karena perlu waktu, namun demikian juga tidak mungkin menunda pengupahan hingga produktivitas tersebut bisa dicapai karena biaya hidup tentu sudah naik sejalan dengan inflasi, sementara itu juga tidak mungkin bagi pengusaha dan badan usaha untuk bertahan rugi dulu hingga produktivitas bisa dicapai. Jadi apa yang meski kita lakukan untuk mengatasi keadaan itu? Cara yang paling praktis menurut saya adalah dengan menerapkan sistem pengupahan piece rate. Piece rate adalah merupakan besaran upah kerja per unit produk yang dihasilkan oleh pekerja tersebut berdasarkan norms. Norms merupakan rasio antara kerja yang dihasilkan dengan standar waktu yang disepakati tanpa lost time atau rugi rugi waktu. Misalkan norms suatu unit produk adalah 2 UPH (unit per hour), UMR per bulan Rp2,7 juta, maka piece ratenya adalah Rp7.803,47. Jika pada hari itu, terdapat 300 orang pekerja yang menghasilkan 4.200 unit produk tersebut, maka besar upah yang harus dibayarkan pengusaha adalah Rp32.774.566,47 atau Rp109.248,55 per pekerja. Jika pekerja menghabiskan waktu 7 jam dalam memproduksi unit produk tersebut, maka besar upah yang diterima pekerja selama satu bulan bekerja, atau 173 jam adalah Rp2,7 juta, atau sesuai dengan besaran UMRnya. Masalahnya, terdapat lost time akibat perpindahan barang, rework, absensi, briefing, dan lain sebagainya sehingga mesti ditetapkan faktor koreksi produktivitas yang seharusnya bisa disepakati antara Serikat Pekerja dengan Pengusaha. Lost time tersebut menyebabkan pekerja tidak mampu menghasilkan 4.200 unit selama 7 jam bekerja. Misalkan besaran lost time 30%, maka seorang pekerja hanya mampu menghasilkan 2.940 unit produk pada kecepatan normalnya, atau hanya menerima upah Rp1.890.000,00 per bulannya. Dengan faktor koreksi produktivitas 70%, maka seorang pekerja dapat menerima Rp2,7 juta per bulannya pada kecepatan yang normal, artinya jika sipekerja termotivasi meningkatkan produktivitasnya, maka ia bisa menerima upah maksimal Rp3.857.142,86 tiap bulannya. Hal ini tidak akan menjadi masalah bagi pengusaha dan badan usaha, karena rasio biaya tenaga kerjanya tetap diangka 20%, bahkan memberikan dampak positif berupa kesadaran bekerja yang benar dari semua pekerja, yaitu tepat jumlah, waktu dan mutu, mempermudah sistem kontrol dan pengawasan sehingga tercipta kondisi berikut ini:
Selain itu, dengan cara ini, pengusaha juga dapat memotivasi para manajer untuk memperoleh bonus atau komisi dari peningkatan produktivitas yang dicapai, atau dalam bentuk penilaian KPI (key performance indicator) yang menentukan bonus dan kenaikkan gajinya. Perlu juga dipertimbangkan untuk:
Artikel ini masih jauh dari sempurna jika diterapkan secara generik, namun bisa dipraktekan dalam kondisi terbatas di badan usaha pabrikasi padat karya. Secara prinsip, cara ini bisa juga diterapkan pada sektor lain dan bidang kerja non-produksi.
7 Comments
Secara umum, penekanan versi 2008 adalah pada kepatuhannya terhadap perundang-undangan yang berlaku (0.1, 0.4, 1.1 dan 1.2), seperti juga pada persyaratan pelanggan dan produk dalam rangka kesesuaiannya dengan sistem yang lain, seperti: environment management system (EMS ISO 14000) dan ocupational health and safety management (OHSAS 18000).
Berikut adalah ringkasan perubahan-perubahannya: Klausul 4.1: kata mengidentifikasikan (identify) pada butir (a) diganti dengan menetapkan (determine). Catatan 2 ditambahkan guna merefleksikan kenyataan bahwa proses luar (outsourced) dapat dikaitkan juga ke pasal 7.4. Catatan 3 menguraikan jenis-jenis pengendalian yang dapat diterapkan pada proses luar tersebut. Klausul 4.2.1: Butir (e) mengenai rekaman (records) dihilangkan dan digabungkan ke butir (c). Tambahan pada catatan 1 mengklarifikasikan bahwa satu dokumen tunggal dapat berisi lebih dari satu prosedur terdokumentasi yang dipersyaratkan atau sebaliknya, satu prosedur terdokumentasi yang dipersyaratkan dapat dapat didokumentasikan lebih dari satu dokumen. Klausul 4.2.3: Klarifikasi pada butir (f) bahwa dokumen eksternal ditetapkan oleh perusahaan terkait dengan keperluan perencanaan dan pelaksanaan SMM. Klausul 4.2.4: Redaksional dibuat lebih ringkas, namun persyaratan tetap, tidak berubah. Klausul 5.5.2: Klarifikasi bahwa wakil manajemen diambil dari anggota manajemen perusahaan. Klausul 6.2.1: Penekanan pada kalimat, “… yang mempengaruhi mutu produk …” menjadi, “… yang mempengaruhi kesesuaian terhadap persyaratan produk …”. Klausul 6.2.2: Penekanan pada butir (b) bahwa pelatihan adalah dalam rangka peningkatan kompetensi personil. Penekanan pada butir (c) bahwa ketimbang evaluasi keefektifan pelatihan, perusahaan hendaknya memastikan kompetensi yang diperlukan terpenuhi. Klausul 6.3: Penambahan sistem informasi pada butir (c). Klausul 6.4: Catatan ditambahkan guna menjelaskan istilah lingkungan kerja. Klausul 7.1: Penambahan pengukuran (measurement) pada butir (c). Klausul 7.2.1: Penekanan pada kalimat, “ … dan kegiatan pasca penyerahan,” menjadi, “… dan untuk kegiatan pasca penyerahan,” pada butir (a). Perubahan kata berkaitan (related) menjadi diterapkan (applicable) pada butir (c). Perubahan kata ditetapkan (determined) menjadi dipertimbangkan keperluannya (considered necessary) pada butir (d). Catatan ditambahkan guna menjelaskan apa yang dimaksud dengan kegiatan pasca penyerahan itu. Klausul 7.3.1: Catatan ditambahkan untuk menjelaskan bahwa tinjauan, verifikasi dan validasi desain adalah kegiatan yang terpisah, namun dapat dilakukan sendiri-sendiri ataupun bersamaan. Klausul 7.3.3: Kalimat, “ … harus disajikan dalam bentuk … ( … shall be provided in a form …)” menjadi, “ … harus dalam bentuk …( … shall be in a form …)”. Catatan ditambahkan guna memasukan informasi rinci mengenai preservasi produk harus dimasukkan dalam informasi penyediaan jasa dan proses produksi. Klausul 7.5.3: Penekanan bahwa idenifikasi status produk hendaknya diseluruh proses realisasi produk. Klausul 7.5.4: Penekanan bahwa perusahaan harus melaporkan kepada pelanggan atas ketidaksesuain milik pelanggan yang diketemukan. Data personal ditambahkan pada catatan yang menjelaskan mengenai definisi milik pelanggan. Klausul 7.5.5: Penekanan pada pemeliharaan kesesuaian terhadap persyaratan selama proses internal dan penyerahan. Klausul 7.6: Kata peralatan (devices) diganti dengan perangkat (equipment). Acuan ke 7.2.1 ditiadakan. Penekanan pada butir (c) bahwa perangkat pemantauan dan pengukuran harus memiliki identitas. Perubahan pada catatan, bahwa referensi ISO 10012-1 dan ISO 10012-2 dihilangkan dan diganti dengan penjelasan mengenai verifikasi dan manajemen konfigurasi perangkat lunak komputer bila digunakan dalam proses pemantauan dan pengukuran. Klausul 8.2.1: Catatan ditambahkan menjelaskan beberapa contoh bagaimana pengukuran terhadap kepuasan pelanggan dilakukan. Klausul 8.2.2: Penekanan pada tanggung jawab manajemen terhadap area yang diaudit untuk memastikan tindakan koreksi dan korektif yang diperlukan. Perubahan referensi pada catatan yang kini mengacu ke ISO 19011. Klausul 8.2.3: Kalimat, “… untuk memastikan kesesuaian produk” dihilangkan. Catatan ditambahkan untuk menjelaskan bahwa perusahaan sebaiknya mempertimbangkan tipe dan jangkauan yang tepat dari pemantauan dan pengukuran ditiap prosesnya guna keefektifan SMM. Klausul 8.2.4: Kalimat, “Bukti kesesuaian dengan kriteria keberterimaan …” dihapus. Penekanan terhadap rekaman yang menunjukkan personil yang berwenang melepaskan produk ke pelanggan. Klausul 8.3: penekanan terhadap ketidaksesuaian yang ditemukan setelah penyerahan atau dipakai dipindahkan ke butir (d). --- (halaman 2/2) Sumber: MIN Consulting ---------------------------- Ingin berlangganan artikel-artikel mengenai manajemen mutu? Silahkan daftar di situs MIN Consulting Dengan dirilisnya ISO 9001:2008 per 14 November 2008, maka sesuai dengan implementation plan yang disepakati ISO (International Organization for Standardization) dan IAF (International Accreditation Forum), secara bertahap, versi 2000 akan mulai digantikan dengan versi 2008 nya, dan karenanya versi Indonesia yang dikeluarkan oleh BSN (Badan Standardisasi Nasional) juga akan diperbaharui tahun depan.
Tidak ada perubahan secara prinsip pada versi 2008. Dengan kata lain, tidak ada penambahan dan pengurangan persyaratan, kecuali klarifikasi dan penekanan pada kesesuaian dengan sistem manajemen lingkungan ISO 14000. Revisi ISO 9001, dilakukan dengan tujuan mengembangan standar yang lebih sederhana yang dapat diaplikasikan setara bagi organisasi kecil, menengah dan besar, selain untuk memberikan hasil aktifitas proses dari organisasi dan meningkatkan kesesuaian / integrasi dengan ISO 14000. Hal ini diungkapkan oleh, Widad Baraba, Anggota Panitia Teknis 176S (Sistem Manajemen Mutu), sebagai narasumber dari BSN dalam seminar ISO 9001:2008 di Universitas Brawijaya, Malang (22/11/08). Dalam press release-nya, ISO menyampaikan bahwa standar ISO 9001 telah diterapkan di 175 negara dengan jumlah sertifikat yang telah diterbitkan sebanyak 951.486, sampai akhir Desember 2007, sehingga kajiulang standar ini sangat diperlukan dan merupakan tuntutan guna meningkatkan keefektifannya dan agar sesuai dengan perkembangan dunia usaha, baik skala besar, menengah atau kecil. Dalam pemaparannya, Widad Baraba menyampaikan bahwa dalam ISO 9001:2008 tidak ada persyaratan baru (tidak ada perubahan persyaratan). Namun ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam standar ISO 9001 versi terbaru ini, yaitu: 1) Untuk membuktikan pemenuhan persyaratan ISO 9001:2008, organisasi harus mampu menyediakan bukti objektif (tidak perlu terdokumentasi) bahwa SMM telah diterapkan secara efektif. 2) Analisis dari proses sebaiknya merupakan sumber untuk menetapkan jumlah dokumen yang diperlukan bagi SMM, guna memenuhi persyaratan ISO 9001:2008. Bukan dokumentasi yang menentukan proses. 3) ISO 9001:2008, memberikan fleksibilitas bagi organisasi untuk memilih pendokumentasian SMM, memungkinkan setiap organisasi mengembangkan jumlah minimum dari dokumentasi yang diperlukan untuk mendemonstrasikan perencanaan yang efektif, operasi dan kontrol prosesnya serta penerapannya dan peningkatan dari efektifitas SMM. Penekanan bahwa ISO 9001 mensyaratkan “Documented quality management system”, and not a “system of documents”. Dalam masa transisi, dari ISO 9001:2000 ke ISO 9001:2008, ISO dengan IAF (International Accreditation Forum) menyetujui sebuah implementation plan diantaranya: 1) ISO-9001:2008 telah dipublikasikan pada 14 Nopember 2008 2) Satu tahun setelah publikasi ISO 9001:2008, semua sertifikat akreditasi yang diterbitkan (baru maupun resertifikasi) harus mengacu ke ISO 9001:2008 3) 24 bulan setelah publikasi ISO 9001:2008, semua sertifikat yang dterbitkan sesuai ISO 9001:2000 tidak berlaku. Organisasi yang telah memiliki sertifikat ISO 9001:2000 sebaiknya menghubungi Lembaga Sertifikasi untuk menyetujui program untuk menganalisa klarifikasi ISO 9001:2008 dengan SMM yang diterapkannya. Organisasi yang telah memiliki sertifikat ISO 9001:2000, sebaiknya berpikiran bahwa sertifikat ISO 9001:2000 mempunyai status yang sama dengan sertifikat ISO 9001:2008 pada masa transisi. Organisasi yang sedang dalam proses sertifikasi ISO 9001:2000 sebaiknya berubah menggunakan ISO 9001:2008 untuk sertifikasinya. Lembaga Sertifikasi yang telah diakreditasi harus menjamin bahwa auditornya mengetahui akan klarifikasi ISO 9001:2008, dan implikasinya, dalam melaksanakan audit sesuai ISO 9001:2008 tersebut. Konsultan dan Lembaga pelatihan disarankan untuk mengetahui akan klarifikasi ISO 9001:2008 serta menentukan kebutuhan untuk memperbaharui program pelatihan/dokumentasi dan perubahan lainnya yang diperlukan untuk pelaksanaan pelatihan / konsultasi ISO 9001:2008. --- (halaman 1/2) Sumber: MIN Consulting ---------------------------- Ingin berlangganan artikel-artikel mengenai manajemen mutu? Silahkan daftar di situs MIN Consulting Kegiatan ekonomi dan produktivitas, selain berdampak pada lingkungan, pada gilirannya akan berdampak pada personil-personil dalam dan/atau luar organisasi tergantung luasnya pengaruh kerusakan lingkungan yang terjadi.
Sejak tahun 1950, Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization, ILO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization, WHO) telah berbagi definisi mengenai kesehatan kerja. Dalam revisi terakhir tahun 1995, definisi dari kesehatan kerja (occupational health) adalah, "Occupational health should aim at: the promotion and maintenance of the highest degree of physical, mental and social well-being of workers in all occupations; the prevention amongst workers of departures from health caused by their working conditions; the protection of workers in their employment from risks resulting from factors adverse to health; the placing and maintenance of the worker in an occupational environment adapted to his physiological and psychological capabilities; and, to summarize, the adaptation of work to man and of each man to his job." Standar OHSAS 18000 merupakan spesifikasi dari sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja internasional untuk membantu organisasi mengendalikan resiko terhadap kesehatan dan keselamatan personilnya. Standar ini diterbitkan oleh komite teknis yang terdiri dari badan standardisasi nasional, lembaga sertifikasi dan para konsultan, diantaranya adalah: National Standards Authority of Ireland, Standards Australia, South African Bureau of Standards, British Standards Institution, Bureau Veritas Quality International, Det Norske Veritas, Lloyds Register Quality Assurance, National Quality Assurance, SFS Certification, SGS Yarsley International Certification Services, dan lain sebagainya. Spesifikasi dan persyaratan diatur dalam OHSAS 18001 dan pedomannya diberikan pada OHSAS 18002. Revisi terakhir adalah tahun 2007. Standar ini juga kompatibel dengan ISO 9000 dan ISO 14000. Umumnya, ke-3 standar ini diaplikasikan sebagai integrated system. Sumber: MIN Consulting ---------------------------- Ingin berlangganan artikel-artikel mengenai manajemen mutu? Silahkan daftar di situs MIN Consulting Seperti telah diulas sebelumnya, penerapan sistem manajemen mutu ISO 9000 pada industri otomotif diatur secara khusus dalam standar ISO/TS 16949. Standar ini merupakan perbaikan dari standar QS 9000. Edisi pertama dari standar ini terbit pada tahun 1999 mengacu pada ISO 9001:1994. Edisi berikutnya terbit pada tahun 2002 mengacu pada ISO 9001:2000. Dan edisi terakhir terbit pada tahun 2009 mengacu pada ISO 9001:2008.
Standar ini disiapkan oleh International Automotive Task Force (IATF) dan Japan Automobile Manufacturer Association (JAMA) yang didukung oleh ISO/TC 176. Keberadaan standar ini guna mengakomodasi sistem operasional dan regulasi khusus pada industri otomotif, meliputi pabrikan dan organisasi pelayanan suku-cadang terkait. Secara umum, prinsip dasarnya sama saja dengan prinsip-prinsip dasar ISO 9000, ditambah penerapan beberapa metode seperti: Advanced Product Quality Planning (APQP), Production Part Approval Process (PPAP), Measurement System Analysis (MSA), Statistical Process Control (SPC), Failure mode and effects analysis (FMEA), Control Plan, dan lain sebagainya. jika pada ISO 9000, pengecualian hanya diperbolehkan pada klausul 7 saja, maka pada ISO/TS 16949 pengecualian hanya diperbolehkan pada klausul 7.3 dengan catatan tidak mempengaruhi kemampuan organisasi menyediakan produk ke pelanggan. Sumber: MIN Consulting ---------------------------- Ingin berlangganan artikel-artikel mengenai manajemen mutu? Silahkan daftar di situs MIN Consulting Sistem manajemen mutu ISO 9000 memang berlaku generic, yaitu dapat diterapkan di semua jenis organisasi. Akan tetapi, kekhususan dapat saja dipertimbangkan mengingat sifat unik organisasi tersebut. Bagi organisasi dalam bentuk laboratorium pengujian dan kalibrasi umumnya mengacu pada standar ISO/IEC 17025. Edisi pertama diterbitkan pada tahun 1999 mengacu pada ISO 9001:1994. Edisi kedua diterbitkan pada tahun 2005 agar sejalan dengan ISO 9001:2000.
Standar ini menetapkan persyaratan umum kompetensi dalam melakukan pengujian dan kalibrasi. Standar ini digunakan oleh laboratorium untuk mengembangkan sistem manajemen untuk kegiatan mutu, administrasi dan teknis. Pelanggan, regulator dan badan akreditasi dapat juga menggunakannya dalam melakukan konfirmasi atau mengakui kompetensi laboratorium. Akan tetapi, standar ini tidak ditujukan sebagai dasar sertifikasi laboratorium. Dan meskipun kesesuaian terhadap standar ISO 17025:2005 berarti telah memenuhi prinsip-prinsip dasar ISO 9000, tidak berarti telah memenuhi kesesuaian dengan semua persyaratan ISO 9001:2000 (sekarang ISO 9001:2008). Sumber: MIN Consulting ---------------------------- Ingin berlangganan artikel-artikel mengenai manajemen mutu? Silahkan daftar di situs MIN Consulting Milyaran dolar barang-barang dan jasa disalurkan dari produsen ke konsumen melalui serangkaian titik pasokan, mencakup vendor, fasilitas pabrik, pemasok logistik, pusat distribusi internal, distributor, grosir dan entitas lain yang terlibat dalam pabrikasi, pemrosesan, penanganan dan pengiriman barang dan jasa tersebut.
Dan karena resiko kerusakan dan ketidaksesuaian produk bisa terjadi di setiap rantai pasokan ditambah insiden keamanan yang mungkin saja terjadi, seperti: boikot, penyelundupan dan terorisme, maka diperlukan pengendalian yang memadai guna melindungi produk tersebut dari akibat yang merugikan. ISO telah menerbitkan spesifikasi ketersediaan publik (public available specification, PAS), yaitu ISO/PAS 28000, dimana standar ini berisi spesifikasi sistem manajemen keamanan bagi rantai pasokan. Penggunaan standar ini akan membantu organisasi dalam menetapkan tingkat keamanan yang cukup pada bagian rantai pasokan internasional yang dikendalikannya. Standar ini juga merupakan dasar untuk menetapkan atau memvalidasi tingkat keamanan yang ada dalam rantai pasokan organisasi bersangkutan oleh auditor internal atau eksternal atau oleh lembaga pemerintah. Standar yang berlaku saat ini adalah ISO/PAS 28001:2007, yang juga kompatibel dengan ISO 9000, ISO 14000 dan ISO 19011, serta telah juga mengadopsi siklus PDCA. Aplikasi saat ini paling banyak di pelabuhan-pelabuhan laut dan udara. Sumber: MIN Consulting ---------------------------- Ingin berlangganan artikel-artikel mengenai manajemen mutu? Silahkan daftar di situs MIN Consulting Seperti kita ketahui, persyaratan mengenai pengukuran telah termaktub dalam klasul 7.6 dan 8 pada ISO 9001:2000 (dan 2008 tentunya). Akan tetapi, pada jenis organisasi tertentu seperti manufaktur, diperlukan suatu sistem manajemen pengukuran (measurement management system, MMS) untuk mengelola dan mengendalikan proses pengukuran dan alat ukur dalam rangka menjaga kesesuaian spesifikasi produk serta mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku bagi produk tersebut.
ISO menerbitkan standar nomor 10012 pada tahun 2003 yang berisi persyaratan-persyaratan bagi proses pengukuran dan alat ukurnya. Penerapan ISO 10012:2003 bukanlah dimaksudkan sebagai pemenuhan terhadap sertifikasi ISO 9000 dan/atau ISO 14000 - yang meskipun kompatibel, tapi berdiri sendiri. Meskipun demikian, sertifikasi terhadap sistem ini tidak menjadi suatu persyaratan bagi organisasi yang menerapkan MMS, cukup agreement antara pelanggan dengan pemasoknya. Sumber: MIN Consulting ---------------------------- Ingin berlangganan artikel-artikel mengenai manajemen mutu? Silahkan daftar di situs MIN Consulting Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (information and communication technology, ICT) yang sangat pesat telah begitu mempengaruhi perkembangan bisnis dan aspek kehidupan lain secara umum dan karenanya menjadi aset penting yang perlu diproteksi. ISO telah mengadopsi sistem manajemen keamanan informasi (information security management system, ISMS) dari BS 7799 menjadi ISO/IEC 27000. Sistem ini merupakan pendekatan sistematis dalam mengelola dan mengendalikan sistem informasi organisasi sedemikian rupa sehingga memenuhi 3 aspek, yaitu:
(1) Confidentiality: menjamin informasi hanya bisa diakses oleh pejabat yang berwenang (2) Integrity: menjamin informasi tetap akurat, lengkap dan hanya bisa diperbaharui oleh pejabat yang berwenang (3) Availability: menjamin informasi dapat selalu diakses oleh user yang diberi kewenangan Sistem ini juga kompatibel dengan sistem manajemen mutu ISO 9000 dan lingkungan ISO 14000. Bagi organisasi yang sistem informasinya menjadi aset kritis yang mesti dilindungi dan dikelola serta berperan penting dalam proses bisnis utamanya, dapat mengambil sertifikasi dengan cara mematuhi persyaratan-persyaratan yang ada pada ISO/IEC 27001:2005 (diadopsi dari 7799-2). Sedang pedoman bagi perencanaan dan penerapan ISMS serta daftar kode kendali diatur dalam ISO/IEC 27002:2005 (menggantikan ISO/IEC 17799 yang diadopsi dari BS 7799-1). Sumber: MIN Consulting ---------------------------- Ingin berlangganan artikel-artikel mengenai manajemen mutu? Silahkan daftar di situs MIN Consulting Sebelum diterima dan dikonsumsi pelanggan, pangan melalui suatu rantai pasokan yang panjang dan melalui berbagai macam organisasi mulai dari produsen hingga pengecer. Karena itu, potensi bahaya akibat penanganan pangan yang kurang baik di tiap titik rantai pasokan tersebut akan dapat membahayakan jiwa dan kesehatan pelanggan yang mengkonsumsinya.
ISO sejak tahun 2002 telah mengembangkan suatu standar internasional yang tidak hanya mengatur mengenai analisis resiko pada titik-titik rantai pangan tersebut atau dikenal dengan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point), tapi juga sekaligus melakukan improvement melalui sistem manajemen mutu ISO 9000. Dengan kata lain, ISO 22000 merupakan integrasi antara HACCP dengan ISO 9000. Akhirnya pada tanggal 3 Juni 2004, ISO menerbitkan ISO/DIS 22000 dan September 2005 menerbitkan ISO 22000:2005, Food safety management systems (FSMS) - Requirements. Jadi, bagi organisasi dalam rantai pangan yang ingin mengambil sertifikasi ini mesti mematuhi persyaratan-persyaratan pada ISO 22000:2005. Panduannya sendiri diberikan pada ISO/TS 22004:2005. Dan dengan sertifikasi ini, organisasi tidak perlu lagi mengambil sertifikasi HACCP dan/atau ISO 9000 lagi. Sumber: MIN Consulting ---------------------------- Ingin berlangganan artikel-artikel mengenai manajemen mutu? Silahkan daftar di situs MIN Consulting |
Categories
All
Archives
November 2015
Ikuti pelatihan online produktivitas untuk lingkup bisnis, pribadi dan rumah tangga
Your organization need assisting in improving productivity and profitability at low cost? come to us
You need a discussion forum of management system such as QMS ISO 9000, TQM, lean mfg., EMS ISO 14000, OHSAS 18000, ISO/TS 16949, six sigma, BSC, and so on? join with us for free.
|