Saya lanjutkan lagi share-nya.... langkah berikutnya adalah:
(7) sistem tarik Awalnya saya buat program 5S untuk mengurangi persediaan dan memperlancar aliran berikut audit setiap minggu yang dikaitkan juga dengan KPI. Program 5S dalam bahasa Jepang, yaitu seiri, seiton, seiso, seiketsu dan shitsuke, atau 5R dalam bahasa Indonesia, yaitu ringkas, rapih, resik, rawat dan rajin. Akan tetapi program ini tidak berjalan efektif. Di awal program memang terjadi perubahan yang cukup significant, tapi lama kelamaan kembali lagi ke kondisi awal. Ini terjadi karena beberapa hal, antara lain: supervisi yang masih lemah dan KPI tidak berlanjut. Karena itu, saya menerapkan sistem tarik (pull system) di produksi. Dengan sistem tarik ini, saya buat aliran per palet untuk 5 area yang antar area saya buatkan ruang buffer stock yang saya sebut sebagai terminal. Tiap terminal dikepalai oleh seorang supervisor yang tugas utamanya memantau barang masuk dan keluar terminal. Sistem tariknya dengan cara informasi kebutuhan ditiap terminal berdasarkan kebutuhan area paling depan (area packing). Walhasil dengan cara ini, tumpukan WIP berkurang secara significant dan kecepatan aliran bertambah secara significant. Sebagai perbandingan, tahun 2012 rata-rata output adalah 50 container 40 ft standard per bulan, tahun 2013 berjalan sudah 120 container 40 ft standard per bulan. Demikian share saya sementara ini. Saya akan share langkah berikutnya. Salam mutu, Maskal Novessro
0 Comments
Saya lanjutkan lagi share-nya.... langkah berikutnya adalah:
(6) review meeting Setelah goals sudah diset, planning sudah dibuat, maka penerapan dimulai, diukur, dimonitor dan difollow up mengikuti siklus PDCA (plan, do, check, action). Salah satu teknik follow up yang cukup efektif adalah review meeting atau meeting. Tiap ada suatu persoalan, alih-alih dibiarkan atau menyalahkan personil/bagian tertentu, maka saya minta klien membawa segala persoalan ke meja untuk dibahas dan dicari pemecahannya, kemudian diambil keputusan jika dimungkinkan. Saya tau bahwa meeting akan sangat sulit diterapkan mengingat klien tidak terbiasa melakukan ini. Karena itu, saya memulainya dari atas ke bawah. Jenis review meeting yang saya terapkan adalah sebagai berikut:
Awalnya memang sering timbul konflik, karena kebiasaan melemparkan kesalahan pada personil ketimbang masalahnya sendiri. Saat ini, hampir setiap persoalan segera dibawa kemeja, diidentifikasi, dianalisis, kemudian diambil keputusan kadang secara konsesus saja. Jika deadlock, biasanya diraise up ke atasan yang berwenang. Secara kuantitatif saya tidak bisa ukur efektivitas review meeting ini, namun saya bisa lihat dan rasakan perubahan sikap dan perilaku orang-orang klien terutama di level management lebih positif, lebih produktif. Demikian share saya sementara ini. Saya akan share langkah berikutnya. Salam mutu, Maskal Novessro Saya lanjutkan lagi share-nya.... langkah berikutnya adalah: (5) production freeze plan Selama ini klien saya menerima order begitu saja tanpa memperhatikan kapabilitas proses kecuali hanya berdasarkan lead time saja. Sementara itu buyer mereka adalah retail, walhasil saat saya plot di grafik berikut, hasilnya seperti roller coaster. Tidak mengherankan jika delivery klien saya kacau dan extra cost pengiriman sangat tinggi. Jadi, apa yang saya lakukan? Pertama-tama, saya ratakan beban kerja produksi berdasarkan earned hours. Dari grafik terlihat ekivalen direct labor untuk order yang sudah diterima adalah 999 orang. Langkah berikutnya adalah meminta fasilitas early shipment ke buyer masing-masing terutama untuk periode W1 hingga W15. Terakhir saya lakukan freeze plan untuk order berikutnya yang klien kami terima dari buyer. Bagi rekan-rekan yang memahami prinsip-prinsip dasar Toyota Way, ini merupakan aplikasi prinsip “heijunka”. Kemudian bagaimana hasilnya? Grafik berikut bisa menjelaskan dengan baik. Dari grafik di atas, 4 minggu pertama adalah penyelesaian backlog tahun 2012. Sedang pada minggu ke-17 sampai 20 akibat kondisi overload yang tidak mampu diselesaikan dengan baik. Untuk itu saya mendorong klien saya mengajukan penjadwalan ulang sesuai kapasitas produksi yang ada. Dan dalam waktu 4 minggu keadaan kembali terkendali. hingga saat ini, klien melalukan freeze plan dan memastikan delivery 100% on time. Biaya ekstra
akibat delay berkurang 40%. Kemudian, bagaimana langkah saya selanjutnya? Nantikan share saya selanjutnya. Salam mutu, Maskal Novessro Saya lanjutkan lagi share-nya.... langkah berikutnya adalah:
(4) sasaran mutu dan KPI Meskipun waktu implementasinya agak belakangan, prosesnya sudah dimulai sejak awal analisis. Suatu seni tersendiri mencari KPI (key performance indicator) yang tepat untuk kita masukkan dalam sasaran mutu (quality objective) perusahaan. Sasaran utama perusahaan klien adalah laba bersih tahun 2013 minimal 1,7%. Untuk mencapai laba tersebut, maka biaya variabel seperti: labor cost harus saya tekan maksimal 20,4%. kemudian material cost mesti ditekan maksimal 53,5% dan overhead maksimal 6,8%. Biaya yang lain, seperti biaya penjualan, biaya operasional, dan seterusnya saya asumsikan fix cost. Nah yang perlu saya dalami adalah indikator kunci apa saja yang menentukan biaya variabel di atas?. Berikut adalah indikator kunci perusahaan klien saya:
Dari 3 indikator kunci tersebut, saya coba turunkan (roll down) ke departemen produksi sampai level operator berikut KPI individual lengkap. Selama 3 bulan berjalan, akhirnya saya putuskan untuk menghentikan implementasi KPI karena kesulitan dalam verifikasi data lapangan. SDM perusahaan klien belum siap untuk penerapan KPI. Artinya, saya harus puas dengan sasaran mutu di level top management perusahaan klien. Kalau begitu, bagaimana dengan upaya mengurangi material cost dan overhead? Nantikan share saya selanjutnya. Salam mutu, Maskal Novessro Saya lanjutkan lagi share-nya.... langkah berikutnya adalah:
(3) remunerasi Seiring dengan pembenahan organisasi, saya atur kembali sistem remunerasi karyawan perusahaan klien. Secara umum saya buat matriks remunerasinya berdasarkan golongan dan posisi manajerial. Mulai dari golongan 1 di level operator, junior staff/inspector/supervisor. Golongan 2 di level senior operator, staff/inspector/supervisor dan junior department head. Golongan 3 di level senior staff/inspector/supervisor, department head dan junior manager. Golongan 4 di level senior department head dan manager. Golongan 5 di level senior manager dan director. Tunjangan jabatan diberikan pada posisi manajerial seperti supervisor, department head, manager dan director. Tunjangan makan dan transport diberikan berdasarkan golongan. Upah lembur hanya diberikan pada level operator. Pada posisi staf, supervisor dan departmend head hanya mendapat pengganti lembur. Pada posisi manager dan director tidak ada. Dengan pengaturan ini memudahkan saya melakukan rotasi-mutasi-promosi-demosi di posisi-posisi managerial. Ditambah lagi saya bisa mengendalikan upah lembur berdasarkan kebutuhan produksi langsung sehingga menekan proporsi biaya overhead perusahaan klien. Beberapa pengupahan yang sulit diukur nilai kerjanya seperti tunjangan shift, uang prestasi dan premi hadir saya hilangkan. Bonus diberikan akhir tahun berdasarkan faktor-faktor net profit yang diperoleh perusahaan, gaji pokok karyawan dan nilai KPI (key performance indicator) karyawan ybs. Tidak ada kenaikan apalagi penurunan gaji, yang saya lakukan hanya merapikan sistem penggajian perusahaan klien supaya lebih manageable. Sekian dulu, nantikan share saya selanjutnya. Salam mutu, Maskal Novessro Saya lanjutkan lagi share-nya.... langkah berikutnya adalah:
(2) reorganisasi Seperti telah saya ulas sebelumnya dalam analisis, perbaikan cepat yang bisa saya lakukan segera adalah merapikan organisasi perusahaan klien, dengan cara menempatkan 1 orang supervisor untuk satu kelompok kerja, artinya lebih banyak supervisor ketimbang sebelumnya. Perbandingannya lebih dari 2 kali, yaitu dari cuma 22 supervisor menjadi 52 supervisor saat ini. Kelihatannya kontradiksi dengan program efisiensi yang sedang dijalankan klien saya. Alih-alih meringkaskan organisasi, saya lebih memilih memperbanyak supervisor. Kenapa demikian...? Bagi rekan-rekan yang memahami prinsip-prinsip “lean manufacturing” atau “toyota way” tentu mengerti. Secara sederhana saya akan coba jelaskan begini. Sebelumnya, jumlah operator yang disupervisi tidak rata, ada yang Cuma 5 orang, ada yang lebih dari 40 orang. Selain itu, supervisor bekerja long shift, sedangkan operator bekerja 3 shift, sehingga hirarki organisasi menjadi kacau karena supervisor membawahi operator yang berbeda-beda setiap minggu, atau operator memiliki supervisor yang berbeda setiap shift. Dengan menempatkan satu kelompok dibawah supervisor yang sama, saya berharap organisasi menjadi lebih kuat meskipun jumlah supervisor menjadi bertambah. Akan tetapi bagi perusahaan, kendali sumber daya terutama orang menjadi lebih kuat dan solid. selanjutnya langkah ke-3 akan saya share di posting berikutnya. salam mutu, Maskal Novessro saya lanjutkan lagi sharenya....
dari hasil 2 minggu analisis, saya ambil langkah-langkah berikut: (1) perbaikan cepat seperti sudah saya ulas dalam hasil analisis 2 minggu saya, rata-rata karyawan terutama produksi bekerja hanya 5-6 jam dari 7 jam waktu kerja. artinya ada waktu yang hilang (lost time). kebanyakan waktu yang hilang adalah waktu mulai bekerja dan waktu selesai bekerja yang kontribusinya hampir 80% lost time. 20% nya adalah keluar masuk karyawan saat bekerja, seperti ke toilet, shalat, meeting, dlsb. ini adalah obvious lost time atau waktu yang hilang yang bisa dilihat mata. potensi hidden lost time malah bisa 40% dari waktu produktif, seperti “pacing” yang diakibatkan supply bahan tidak lancar, change-over, reworks, dlsb. jadi sekarang upaya saya adalah membuat alat kontrol sederhana untuk mengatasi “obvious lost time” dahulu. ada 2 alat kontrol yang saya buat:
hasilnya...... luar biasa, dalam kurun waktu 1 minggu saja lost time berkurang hingga 80%, yaitu dari rata-rata 1,5 jam menjadi hanya 15 menit per orang per shift. selanjutnya langkah ke-2 akan saya share di posting berikutnya. salam mutu, Maskal Novessro ibaratnya kita sebagai praktisi manajemen mutu adalah dokter bagi organisasi/perusahaan. seperti metode kerja dokter, tentu mesti ada diagnosis/analisis keadaan pasien (perusahaan/organisasi klien). jadi selama kurang lebih 2 minggu, saya lakukan analisis/diagnosis dulu.
dari hasil analisis/diagnosis, beberapa fakta saya peroleh sebagai berikut:
sebenarnya banyak lagi data kuantitas dan kualitas yang saya temukan dalam analisis, tapi hal-hal di atas merupakan fakta yang sangat nyata terlihat serta berpengaruh besar dalam kaitannya dengan kerugian yang diderita klien saya. sementara saya share ringkasan analisis/diagnosis sederhana saya. berikutnya akan saya share langkah-langkah apa yang saya terapkan. salam mutu, Maskal Novessro |
Categories
All
Archives
November 2015
Ikuti pelatihan online produktivitas untuk lingkup bisnis, pribadi dan rumah tangga
Your organization need assisting in improving productivity and profitability at low cost? come to us
You need a discussion forum of management system such as QMS ISO 9000, TQM, lean mfg., EMS ISO 14000, OHSAS 18000, ISO/TS 16949, six sigma, BSC, and so on? join with us for free.
|